Finansialku story time kali ini akan sedikit berbeda, karena cerita ini akan dibawakan langsung oleh seorang adik dalam sebuah keluarga yang ingin menyelesaikan masalah dalam keluarganya, sehingga keluarganya bisa harmonis lagi.

Hai, perkenalkan namaku Eva. Disini aku ingin sharing soal bagaimana aku sangat berusaha untuk membuat keluargaku harmonis kembali.

Hubungan yang renggang ini berawal saat kakak ku yang kedua lulus kuliah dan mulai meniti karir.

Aku memiliki 2 kakak laki-laki bernama Azwar dan Aris. Kak Azwar gak akan aku ceritakan karena inti dari permasalahan ini ada di aku dan kak Aris.

Kak Aris adalah anak kesayangan ayah dan ibu. Aku memang anak bungsu, tapi aku tidak merasa bahwa aku anak bungsu, karena yang paling dimanjakan ayah dan ibu adalah kak Aris.

Kakak ku yang pertama Azwar kuliah di luar negeri (korea). Ia melanjutkan hidup disana dan bekerja disana sehingga pulang ke Indonesia hanya 1 tahun sekali. Jadi yang tinggal serumah denganku hanya kak Aris, ayah, dan ibu.

Ayah adalah seorang PNS yang sudah senior, ibu juga begitu. Dari awal kak Aris berkarir, ayah dan ibu selalu support apapun yang ia butuhkan.

Setelah kuliah, kak Aris bilang pada ayah dan ibu bahwa ia ingin membuka sebuah bisnis kopi bersama teman-temannya. Ayah dan ibu bantu support modal dengan memberikannya uang 150 juta untuk modal awal.

Karena gak ada basic pebisnis dan juga sangat pemula, bisnis kedai kopi tersebut akhirnya ditutup setelah 2 tahun berjalan. Uang modal yang diberikan kepada kak Aris pun ikut hangus entah kemana rimbanya.

Setelah itu, kak Aris ga langsung mencari kerja karena dia masih ingin menjadi pengusaha. Satu tahun menganggur, semua biaya hidup ditanggung ayah dan ibu.

Tapi akhirnya berjalan beberapa waktu, kak Aris diterima kerja di Jakarta. Ayah dan ibu tentu saja tetap bantu support. Mulai dari beli laptop harga puluhan juta, iphone, bahkan mobil, ayah dan ibu selalu memberikan apa yang kak Aris minta.

Pernah suatu waktu aku bertanya pada ayah dan ibu kenapa mereka selalu support kak Aris padahal mereka harus menyiapkan uang untuk pensiun mereka yang waktunya sebentar lagi.

Ayah dan ibu cuma bilang “Tenang aja ayah dan ibu masih punya sawah di kampung peninggalan kakek. Nanti bisa dijual buat pensiun.”
Tapi.. hmm gimana ya?

Selama setahun kerja di Jakarta, ayah dan ibu masih tetap kirim uang buat kak Aris. Meskipun gak terlalu besar, tapi tetep aja buat apa? Toh kak Aris juga pasti punya uang sendiri karena udah punya gaji.

Perlahan tapi pasti, akhirnya ayah dan ibu pensiun juga. Mereka memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya dengan hanya memiliki sisa uang cash sekitar 20 juta.

Sebelum ayah dan ibu pergi ke kampung halaman ada sebuah tragedi besar terjadi.. singkat cerita, ternyata tanah peninggalan kakek pun udah dijual sejak dulu karena Kak Aris sering minta bantuan buat ini-itu.

Kak Aris, kak Azwar diminta pulang dulu. Kami sekeluarga berkumpul, lalu ayah dan ibu menjelaskan bahwa mereka akan pensiun di kampung halamannya. Ayah dan ibu meminta Kak Aris dan Kak Azwar untuk support mereka dalam segi finansial.

Kak Azwar setuju dan bilang bahwa mulai bulan depan ia akan mengirimkan uang bulanan rutin sebesar 5 juta untuk ayah dan ibu.

Sementara kak Aris sangat keberatan karena ia bilang uangnya pas-pasan buat hidupnya sendiri dan buat menikah tahun depan. Kak Aris pun menggampangkan kalo 5 juta itu cukup buat ayah dan ibu. Jadi ga perlu ditambahin lagi.

WHAT? Padahal aku tau gajinya berapa. Tapi sayangnya emang gaya hidup kak Aris emang jauh tinggi dari pada aku sama Kak Azwar.

Mungkin ini efeknya karena sejak dulu ayah dan ibu paling depan support dia. Mau minta apa-apa pasti selalu diturutin. Jadinya kak Aris itu terlalu anggap remeh soal keuangan.
Tapi ketika ayah dan ibu meminta bantuan dia yang paling merasa keberatan? Sesungguhnya aku pun gak habis pikir.

Semenjak kejadian itu, kami jadi renggang karena pada saat yang bersamaan aku dan kak Azwar berdebat dengan kak Aris. Kami sepakat bahwa gak seharusnya kak Aris seperti itu karena selama ini ayah dan ibu selalu mensupportnya.

Setelah kejadian hari itu, kami menjadi renggang dan jarang mengobrol.
Setahun berlalu akhirnya kak Aris menikah dan karirnya pun semakin memuncak karena ia keterima kerja di perusahaan yang lumayan besar sebagai manager.

Sudah 4 tahun kami menjadi renggang dan canggung. Oh ya, ayah dan ibu sekarang ini benar-benar ga punya simpanan dalam bentuk uang.

Sekarang permasalahannya adalah ayah dan ibu harus bisa menjual asetnya untuk tambahan biaya pensiun mereka. Hanya saja aku bingung, apakah aset tersebut harus benar-benar dijual?
Apakah kak Aris sama sekali gak mau ikut membantu kami untuk membiayai ayah dan ibu? Ku pikir, jika kami saling membantu satu sama lain semua akan terasa lebih ringan.

Daripada bingung sendiri, akhirnya aku berdiskusi dengan kak Azwar agar kami bisa berkonsultasi dengan perencana keuangan supaya dipetakan strategi yang harus diambil.
Aku mencoba untuk menurunkan egoku dan berusaha membujuk kak Aris untuk ikut berkonsultasi soal masalah ini. Awalnya Kak Aris bersikeras meyakinkan kita kalau uang kiriman kak Anwar saja seharusnya sudah cukup. Ngapain harus jual aset segala?

Tapi pelan-pelan, kak Aris pun mulai luluh hatinya dan mau untuk menemui planner untuk berkonsultasi.
Kami dibantu untuk :
- Hitung kebutuhan hidup selama di kampung supaya punya gambaran kira-kira biaya yang dibutuhkan berapa?
- Kita semua akhirnya sepakat buat bukain usaha buat Ayah dan Ibu supaya bisa dapet pemasukan tiap bulan.
- Keuangan Kak Aris dicek dan ternyata kurang sehat karena cicilan kartu kreditnya terlalu besar sehingga membuat keuangannya terasa pas-pasan.
Ego adalah sesuatu yang gak bisa lepas dari diri manusia. Mungkin pada saat itu, beberapa tahun yang lalu kami masih kekanak-kanakan dan hanya mementingkan ego masing-masing.

Padahal, ego tersebut harus kami lawan untuk kebaikan bersama. Tidak akan ada jalan keluar jika terus mengedepankan ego.

Syukurlah, kini kami bisa hidup harmonis kembali. Saling berbicara satu sama lain, saling mengerti, saling membantu dan akan lebih berbakti kepada orang tua